Sekelompok mantan aktivis merintis jasa Detektif Swasta dan manajemen risiko yang belum banyak digeluti di
MALAM belum larut benar. Dari perangkat sound system sebuah kafe di kompleks pertokoan Sarinah, Jakarta Pusat, mengalun lagu Apologize milik OneRepublik. Beberapa wanita muda asyik bercanda di dekat bar yang bercorak futuristik. Seorang lelaki berkacamata duduk di sudut dekat pintu. Dua unit telepon genggam tergeletak di meja. Dia memesan es teh dan kopi sekaligus.
"Kamu mau minum apa?" ujarnya ramah saat Jawa Pos datang. Nama lengkapnya Ulin Niam Yusron. Namun, oleh para karibnya, dia sering dipanggil Ulin. Perawakannya sedang, tak terlalu kekar tak terlalu kurus. Rambutnya dicukur nyaris gundul.
Malam itu alumnus Fakultas Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo, itu sedang "bekerja". Maklum, meski punya kantor, Ulin bukan orang kantoran. Waktu kerjanya tak pasti seperti pegawai pada umunya. Dia berprofesi sebagai detektif swasta. "Sekarang ini kami sedang menangani order kredit macet sebuah bank dan menelusuri rekam jejak calon pejabat badan pemerintah," katanya.
Selain itu, mereka bergerak di bidang intellectual property rights (perlindungan hak cipta). Misalnya, saat menyelidiki penggunaan merek ban tanpa izin. "Kami menyamar sebagai pembeli dalam jumlah besar," tuturnya.
Sebagai detektif swasta mereka juga pernah membantu pemerintah sebuah daerah yang kaya hutan untuk memetakan cukong-cukong kayu. "Karena urusannya dengan mafia, tampilan kami juga harus seperti mereka. Pokoknya mimikri. Kadang macak kere seperti pemungut sampah, tapi juga harus bisa tampil perlente," katanya.
Jasa detektif swasta mereka juga sering digunakan istri-istri pejabat. Untuk klien golongan itu, rata-rata misinya sama. Diminta untuk membuktikan sang suami berselingkuh. "Mereka bilang, 'tolongin, Mas', tapi uangnya tak seberapa. Ya, kami anggap untuk job ini kerja sosial saja," katanya. Keuntungan order dari komunitas ini adalah promosi gratis dari mulut ke mulut. "Kalau duitnya, kecil sekali," tambahnya.
Bisnis Detektif Swasta seperti itu, kata Ulin, parameter keberhasilannya susah ***kur. Sebab, tingkat kesulitan satu kasus dengan kasus yang lain berbeda. "Misalnya, kamu bisa wawancara langsung Menhan, tapi apa bisa wawancara Menkeu. Jadi meskipun kita sukses di satu kasus, belum tentu bisa sukses di problem yang lain," ucapnya.
mail-archive.com
0 comments:
Post a Comment